Opini oleh : Fadhli Irman
BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melalui dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terhadap APBK Aceh Selatan Tahun Anggaran 2023 secara jelas menyatakan bahwa defisit ril Aceh Selatan mencapai Rp 142, 8 Milyar dan utang beban belanja teraudit mencapai Rp 122,5 Milyar.
Beban fiskal Aceh Selatan begitu besar tersebut menjadi salah satu akar masalah yang kini membuat pemerintahan Aceh Selatan dalam kondisi dilematis. Bagaimana tidak, defisit dan hutang pada tahun anggaran 2023 berimbas kepada kondisi keuangan daerah yang kacau balau di tahun 2024, sehingga masa kepemimpinan Pj Bupati Aceh Selatan Cut Syazalisma menjadi masa-masa suram bagi masyarakat Aceh Selatan.
Tak heran, dampak dari carut marutnya keuangan daerah berimbas kepada layanan publik dimana kebutuhan operasional pemerintah daerah ikut terbatas. Bahkan, ada kantor dinas yang kondisinya hidup segan mati tak mau.
Kondisi itu pula yang menyebabkan tunjangan khusus para ASN harus dipotong dan bahkan tak terbayarkan hingga aksi mogok dokter spesialis baru-baru ini di Rumah Sakit Yulidin Away membuat pelayan kesehatan masyarakat turut terganggu. Pasalnya, sudah hampir memasuki penghujung tahun 2024 tunjangan insentif dokter spesialis masih menggantung.
Kondisi keuangan daerah yang hampir bangkrut di bawah kepemimpinan Cut Syazalisma itu pula menjadi penyebab ekonomi Aceh Selatan semakin memprihatinkan, mulai dari rekanan yang harus mengikat pinggang hingga perputaran uang di masyarakat yang relatif minim.
Di satu sisi, kondisi Kas Daerah Aceh Selatan yang dalam kondisi kritis itu disebutkan atas peninggalan pemerintahan sebelumnya di bawah kepemimpinan Tgk Amran. Namun disisi lain, ketika Tgk Amran menjabat Bupati, sosok Pj Bupati Cut Syazalisma menjabat sebagai Sekda sekaligus ketua Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK) yang tentunya juga memahami persoalan yang melanda kas daerah. Lalu, siapa yang salah dalam persoalan defisit Aceh Selatan?
Jika kita melihat dari pernyataan mantan Bupati Tgk Amran yang mengungkapkan bahwa defisit yang ditinggalkannya ketika akhir periode jabatan pada akhir september 2023 hanya lah sebesar Rp 35 Milyar. Hal itu menunjukkan bahwa sebanyak Rp 113, 2 Milyar lagi defisit Aceh Selatan pada tahun 2023 merupakan karya kepemimpinan Cut Syazalisma selama sekitar 3 bulan menjabat terhitung sejak 27 September 2023.
Di dalam debat kandidat Paslon Bupati Aceh Selatan, Tgk Amran juga memperjelas bahwa di masa kepemimpinannya tunjangan khusus (TC) ASN diberikan dan kasus mogok dokter tidak pernah terjadi. Secara tidak langsung dikatakan bahwa kondisi pemotongan TC ASN dan dokter mogok baru terjadi ketika Cut Syazalima memimpin daerah.
Pernyataan-pernyataan Tgk Amran tersebut semakin memperjelas bahwa adanya kebijakan yang salah ketika Cut Syazalisma memimpin walaupun dirinya merupakan birokrat lulusan IPDN yang seharusnya lebih memahami ilmu pemerintahan.
Jika memang kondisi krisis Aceh Selatan ini merupakan torehan seorang Cut Syazalisma sebagaimana ungkapan mantan Bupati Tgk Amran secara tidak langsung, maka tentunya akan menjadi penilaian tersendiri dalam karier Cut sepatutnya ke depannya. Tentunya, siapa pun terlihat nantinya sebagai Bupati Aceh Selatan 2025-2030 diharapkan tidak lagi menyerahkan jabatan Sekda dan ketua TAPK kepada yang bersangkutan. Begitupun, dengan Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Pusat tentunya akan berpikir berulang kali untuk memberikan jabatan tertentu kepada Cut Syazalisma jika gagal dalam mengemban amanah Pemerintahan Pusat sebagai Pj Bupati.
Untuk itu, Pj Bupati Aceh Selatan Cut Syazalisma mestinya dapat menuntaskan persoalan Aceh Selatan saat ini atau secara jujur mengakui kesalahannya dan memperjelas kepada publik secara jujur tentang kondisi riil Pemerintahan Aceh Selatan saat ini.
Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik Aceh Selatan/Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA)